Tugas 3: Analisis Kegagalan RE Process melalui Film Dokumenter Downfall
Pembahasan
MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System)
MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) merupakan sistem baru yang dikembangkan oleh Boeing Company melalui Pesawat Boeing 737 Max. MCAS didesain untuk menurunkan hidung pesawat secara otomatis ketika sudut serang (angle-of-attack) terlalu besar. Ia memanfaatkan motor Speed Trim untuk memutar stabilisator horizontal (horizontal stabilizer) setiap kali angle-of-attack yang terlalu besar terdeteksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah pesawat berada dalam kondisi stall–kondisi dimana koefisien angkat yang dihasilkan oleh foil (sayap dalam pesawat) berkurang atau hilangnya karena angle-of-attack yang terlalu besar.
Namun, apabila sensor angle-of-attack, sensor yang terletak pada kedua sisi pesawat dan bertugas mengukur angle-of-attack pesawat selama penerbangan, mengalami malfungsi dan mengirim data yang salah ke sistem, stick shaker pada sisi pilot akan menggetarkan kolom kendali pilot untuk memberi sinyal bahwa pesawat akan stall. Namun itu peringatan palsu. Kenyataannya, pesawat tidak mengalamai stall dan mampu terbang.
MCAS yang telah teraktivasi akibat sensor angle-of-attack yang malfungsi, akan memutar stabilisator horizontal menggunakan Speed Trim dan membuat hidung pesawat menurun. Hal ini mengakibatkan pesawat menukik tajam dan jatuh. Untuk menonaktifkan MCAS, pilot dapat menonaktifkan Speed Trim kurang dari 10 detik. Apabila lebih dari itu, pesawat akan melaju terlalu cepat dan kondisi pesawat tidak akan pulih karena gaya yang terjadi di ekor pesawat.
Kebutuhan
Kebutuhan fungsional:
- Dapat mendeteksi angle-of-attack dengan baik
- Dapat mengaktifkan/mematikan MCAS berdasarkan data yang diterima dari sensor angle-of-attack
- Dapat menurunkan hidung pesawat untuk mengurangi risiko stalling
- Dapat menggerakan stabilisator horizontal
- Dapat mengendalikan Speed Trim secara manual
Kebutuhan non-fungsional:
- Reliability: MCAS memiliki tingkat kegagalan yang rendah
- Availability: MCAS tersedia 100% selama penerbangan berlangsung
- Usability: Pilot dapat memahami dengan mudah penggunaan MCAS
- Documentation: MCAS terdokumentasikan dengan jelas
- Safety: MCAS aman digunakan dan memperoleh izin dari Federal Aviation Administration (FAA)
Penyebab Kegagalan
Berdasarkan Film Dokumenter Downfall: The Case Against Boeing, penyebab terjadinya kegagalan pada MCAS yang menyebabkan jatuhnya pesawat Lion Inter JT 610 dan Ethiopian Airlines ET 302 adalah sebagai berikut.
1. Desain yang buruk
Alih-alih merancang pesawat baru yang membutuhkan waktu 7-10 tahun dan mengurus perizinan yang sulit ke FAA, Boeing Company memasang mesin yang lebih efisien ke Boeing 737 yang sudah ada, dimana desain Boeing 737 sudah tua (1967) dan telah dikembangkan semaksimal mungkin di versi-versi sebelumnya.
Pada awal perancangan Boeing 737 Max, desain badan pesawat lama diberi mesin bahan bakar baru yang hemat bahan bakar. Karena mesin itu lebih besar, posisinya harus lebih ke depan dan lebih ke atas di sayapnya. Saat itu, Boeing Company mecemaskan hidung pesawat akan terlalu ke atas dan mengakibatkan pesawat mengalami stall. Oleh karena itu, MCAS didesain untuk membantu pilot menstabilkan pesawat ketika hidung pesawat mulai ke atas.
Selama proses desain, MCAS mengalami 2 perubahan, yaitu peningkatan daya MCAS dan pengurangan jumlah sensor angle-of-attack. Peningkatan daya MCAS mengakibatkan pergerakan besar pada stabilitator horizontal yang dapat mendorong hidung pesawat ke bawah dengan lebih cepat. Yang paling menjadi masalah adalah pengurangan jumlah sensor angle-of-attack dari 2 menjadi 1 di sisi kiri. Dengan pengurangan ini, apabila sensor mengalami malfungsi, maka data yang akan dikirimkan ke sistem MCAS akan salah dan MCAS akan mencoba mengambil alih pesawat dari pilot dengan menurunkan hidung pesawat secara otomatis. Hal ini mengakibatkan sistem MCAS memiliki risiko keamanan besar dengan satu titik kelemahan, yaitu sensor angle-of-attack yang rawan rusak akibat burung atau balon aluminium menyangkut di sayap sensor angle-of-attack.
Selain itu, berdasarkan uji coba Boeing, hampir mustahil untuk menonaktifkan sistem MCAS yang mengalami kegagalan. Untuk memulihkan pesawat dalam keadaan normal, pilot harus menonaktifkan atau mengambil kendali manual terhadap Speed Trim yang diaktifkan oleh MCAS dalam kurun waktu 10 detik. Menurut pakar penerbangan, hal ini mustahil dilakukan dalam 10 detik karena pilot harus mencari tahu sumber permasalahan dahulu, dimana sumber ini kurang akurat karena adanya malfungsi pada sensor angle-of-attack.
2. Manajemen kualitas yang buruk
Untuk mempercepat proses produksi, Boeing Company tidak melibatkan pengawas dan manajer kualitas. Mekanik hanya fokus untuk mempercepat pekerjaannya dan mengabaikan masalah yang ada, sedangkan hanya terdapat satu orang pengawas kualitas di seluruh gedung di setiap sif nya. Selain itu, apabila terdapat engineer melaporkan masalah yang ada pada MCAS, pihak atas akan mengabaikan dan tidak menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan alasan biaya dan waktu. Masalah kualitas tersebut juga dilarang untuk didokumentasikan.
3. Dokumentasi yang buruk
Kata MCAS hanya ditemukan di daftar singkatan Buku Manual Operasi Awak Pesawat dan tidak ditemukan penjelasan detailnya dimanapun. Pihak Boeing tidak pernah memberi tahu, menjelaskan, dan memberikan pelatihan pada para pilot bahwa terdapat sistem MCAS di pesawatnya. Kepada pihak luar, Boeing hanya memberi tahu bahwa terdapat pembaruan pada pelengkapan Speed Trim untuk menutupi keberadaan MCAS tersebut. Pelatihan yang didapatkan pilot hanya berupa pelatihan melalui video dan tidak pernah membahas MCAS. Pihak Lion Air pun telah meminta pelatihan simulasi untuk Boeing 737 Max, namun Boeing menolak permintaan tersebut.
4. Perizinan yang buruk
Untuk mempermudah perizinan untuk Boeing 737 Max, Boeing menutupi kekurangan desain dan kualitas dari sistem yang telah diketahui pihak internal sebelumnya kepada FAA (Federal Aviation Administration). Tanpa mengetahui kekurangan yang dimiliki Boeing 737 Max dan adanya sistem baru yang jauh berbeda dari versi Boeing 737 sebelumnya, FAA mengizinkan pengoperasiaan Boeing 737 Max tanpa harus diadakan pelatihan simulator khusus untuk pilot yang akan mengendarai Boeing 737 Max.
Setelah terjadinya kecelakaan pertama pada Boeing 737 Max yang alami oleh Lion Inter JT 610, FAA pun telah melakukan Transport Aircraft Risk Assessment Methodology (TARAM). Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan nilai Total Uncorrected Fleet Risk akan terdapat 15 kecelakaan lagi jika tidak dilakukan pembenahan. Namun, setelah keluarnya hasil ini FAA tidak melarang Boeing 737 Max beroperasi dan memberikan kesempatan untuk Boeing Company memperbaikinya. Perbaikan ini tidak kunjung dilakukan hingga kecelakaan kedua pada Ethiopian Airlines ET 302 terjadi.
Comments
Post a Comment